Rabu, 22 Juni 2016

Pantaskah BPJS Dilanjutkan....!!! Wajib sebarkan.

 Pantaskah BPJS Dilanjutkan....!!! 




Dilema Rakyat Terhadap Program BPJS dan Orientasi Rumah Sakit saat ini.

Banyak yang mengeluhkan pelayanan rumah sakit penerima BPJS terhadap pasiennya , baik sikap ( attitude ) saat pengobatan ataupun pemberian obat dari rumah sakit yang sangat minim ( berkesan pelit obat ). sehingga menimbulkan rasa tidak puas dan kecewa dalam diri pasien program BPJS.
Mengapa situasi ini terjadi ? Kenapa pihak rumah sakit bersikap sedikit arogan terhadap pasien ? Adakah kebijakan rumah sakit yang bertolak belakang dengan program BPJS ? Atau orientasi rumah sakit yang sudah berubah dari tugas mulia menyelamatkan pasien menjadi cari untung untuk kelangsungan management rumah sakit .
Mari kita lihat penafsiran berikut ini..

1. Kebijakan Rumah Sakit terkait Keselamatan Pasien
    - Definisi Keselamatan pasien menurut UU yaitu :
    Undang-Undang Nomor 44  Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Pasal 43 ayat (1) mewajibkan Rumah Sakit menerapkan standar keselamatan pasien.
Yang dimaksud dengan keselamatan pasien (patien safety) adalah proses dalam suatu Rumah Sakit yang memberikan pelayanan pasien yang lebih aman. Termasuk di dalamnya asesmen risiko, identifikasi, dan manajemen risiko terhadap pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan untuk belajar dan menindaklanjuti insiden, dan menerapkan solusi untuk mengurangi serta meminimalisir timbulnya risiko.
- Sedangkan Standart Keselamatan Menurut UU yaitu :
Standar keselamatan pasien tersebut menurut Pasal 43 ayat (2) dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.
Yang dimaksud dengan insiden keselamatan pasien adalah kesalahan medis (medical error), kejadian yang tidak diharapkan (adverse event), dan nyaris terjadi (near miss)
- Sedangkan untuk meningkatkan Mutu Rumah Sakit
    Untuk meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit, Menteri Kesehatan menurut Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, membentuk Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
Komite Nasional tersebut merupakan organisasi nonstruktural dan independen dibawah koordinasi direktorat jenderal yang membidangi rumah sakit, serta bertanggung jawab kepada Menteri.
Keanggotaan Komite ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan atas usulan Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan.  Jumlahnya 11 orang yang terdiri dari unsur Kementerian Kesehatan, asosiasi perumahsakitan dan pakar perumahsakitan.
Tugas Komite adalah memberikan masukan dan pertimbangan kepada Menteri Kesehatan dalam rangka penyusunan kebijakan nasional dan peraturan keselamatan pasien Rumah Sakit.
Rumah Sakit dan tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit wajib melaksanakan program dengan mengacu pada kebijakan nasional Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
Jadi jelas bahwa keselamatan pasien ada payung hukumnya, tetapi mengapa masih terjadi pihak rumah sakit mengacuhkan pasien pserta BPJS, atau mungkin kebijakan rumah sakit sekarang beralih bukan lagi mengutamakan keselamatan pasien tapi mengutamakan keselamatan dan kelangsung hidup berdiri rumah sakit tersebut ( tidak bangkut ).


2. Realisasi Program BPJS Kesehatan di Indonesia.

Pengertian BPJS atau Badan Penyelenggara Jaminan Sosial adalah salah satu lembaga sosial yang dibentuk untuk menyelenggarakan program-program seperti jaminan sosial yang ada diIndonesia, berdasarkan undang-undang nomor 40 tahun 2004 yang menyatakan tentang sistem jaminan sosial nasional, disamping itu juga menurut undang – undang nomor 24 tahun 2011 BPJS akan mengganti sejumlah lembaga-lembaga jaminan sosial yang ada seperti lembaga asuransi kesehatan PT askes Indonesi dirubah menjadi BPJS Kesehatan, lembaga jaminan sosial tentang ketenaga kerjaan Jamsostek juga dirubah menjadi BPJS ketenaga kerjaan. Perubahan ini akan dilakukan secara bertahap dan bergilir, seperti yang kita ketahui pada awal tahun 2014 lalu PT askes berubah menjasi BPJS kesehatan dan untuk tahun 2015 ini PT jamsostek berubah menjadi BPJS ketenaga kerjaan, disamping itu juga kantor pusat BPJS ini berada dijakarta namun anda tak perlu jauh-jauh kesana karena kantor perwakilannya ada disetiap tingkat provinsi dan juga kabupaten kota.
Jadi Pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tidak untuk seluruh masyarakat Indonesia, namun hanya untuk mereka yang terdaftar sebagai peserta. Ada yang menyimpulkan kalau BPJS bukan bantuan cuma- cuma negara untuk rakyat , ada yang berpikiran BPJS itu adalah tabungan atau duit kita yang dipotong oleh negara untuk kesehatan, dan masih banyak komentar miring tentang BPJS

Nah bagaimana cara untuk mendaftar anggota ?!
Untuk dapat tercatat sebagai anggota, masyarakat harus mendaftar melalui kantor BPJS Kesehatan, dengan membawa kartu identitas (KTP) serta pasfoto. Setelah mengisi formulir pendaftaran dan membayar iuran lewat bank (BRI, BNI dan Mandiri), calon anggota akan mendapat kartu BPJS Kesehatan yang bisa langsung digunakan untuk mendapat pelayanan kesehatan.

    - Tujuan program BPJS adalah ?
Tujuan BPJS dan Program Jaminan Sosial Tujuan sebuah negara adalah menciptakan kesejahteraan kepada seluruh rakyatynya. Dalam hal ini, maka Indonesia membentuk penyelenggaraan jaminan social yaitu BPJS (Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial). Yang dimana tujuan dari Institut ini memberikan jaminan terpunuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.

Sebelum BPJS tertentu, beberapa program jaminan social telah tebentuk, seperti Jaminan social Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) yang mencakup tentang jaminan pemeliharaan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan pemeliharaan kesehatan,jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, dan jaminan kematian bagi tenaga kerja. Selanjutnya Jaminan untuk pegawi Negeri yaitu TASPEN ( Tabungan dan Asuransi Pegawai Negri) dan ASKES ( Asuransi Keseshatan dan untuk Prajurut Tentara Nasional Indinesia ( TNI ), anggota Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) dan PNS Kementian Pertahanan /TNI / Polri beserta keluarganya telah dilaksanakan Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Indonesia (ASABRI).

Namun Sebagian besar masyarakat belum memperoleh perlindungan yang memadai dengan program-program diatas. Perlu adanya sasaran yang lebih luas lagi dan manfaat yang lebih besar pada setiap peserta.Oleh karena itu, di bentuklah BPJS yang diharapkan menjadi penyempurna dari program – program jaminan social tadi. Yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

Dengan adanya BPJS Kesehatan ini pelayanan medis bisa lebih jeli dan teliti mengidentifikasi masalah pasien dan melakukan tindakan/pemeriksaan sesuai dengan indikasinya, karena BPJS membiayai sesuai dengan diagnosa penyakit dan telah dihitung pemeriksaan yang dilakukan sesuai indikasi. Namun dampak dari BPJS ini adalah ke dokter juga, yaitu penetapan biaya atau platform yang sesuai belum ditentukan, sehingga terjadi kecemburuan dipihak pasien yang merasa dirugikan karena pelayanan rumah sakit seperti banyak masih pasien perserta BPJS Kesehatan yang ditolak rumah sakit untuk mendapatkan kamar perawatan, ICU, Picu, atau Nicu. dan pemberian obat yang tidak pantas diterima dengan pembayaran premi tiap bulan atau banyak juga pasien BPJS Kesehatan yang harus membeli obat dan darah sendiri dan pasien yang harus pulang sebelum sehat karena biaya paket INA CBGs nya sudah habis.


Fungsi BPJS

UU BPJS menetukan bahwa BPJS Kesehatan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Jaminan Kesehatan menurut UU SJSN diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas, dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.
BPJS Ketenagakerjaan menurut UU BPJS berfungsi menyelenggarakan 4 program, yaitu program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian.
Menurut UU SJSN program jaminan kecelakaan kerja diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial, dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pelayanan kesehatan dan santunan uang tunai apabila seorang pekerja mengalami kecelakaan kerja atau menderita penyakit akibat kerja.
Selanjutnya program jaminan hari tua diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib, dengan tujuan untuk menjamin agar peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.
Kemudian program jaminan pensiun diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib, untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilannya karena memasuki usia pensiun atau mengalami cacat total tetap.
Jaminan pensiun ini diselenggarakan berdasarkan manfaat pasti.
Sedangkan program jaminan kematian diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dengan tujuan untuk memberikan santuan kematian yang dibayarkan kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia.

TUGAS

Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana tersebut diatas BPJS bertugas untuk:
  1. Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta;
  2. Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja;
  3. Menerima bantuan iuran dari Pemerintah;
  4. Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan peserta;
  5. Mmengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial;
  6. Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program jaminan sosial; dan
  7. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial kepada peserta dan masyarakat.
Dengan kata lain tugas BPJS meliputi pendaftaran kepesertaan dan pengelolaan data kepesertaan, pemungutan, pengumpulan iuran termasuk menerima bantuan iuran dari Pemerintah, pengelolaan Dana jaminan Sosial, pembayaran manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan dan tugas penyampaian informasi dalam rangka sosialisasi program jaminan sosial dan keterbukaan informasi.
Tugas pendaftaran kepesertaan dapat dilakukan secara pasif dalam arti menerima pendaftaran atau secara aktif dalam arti mendaftarkan peserta.

WEWENANG

Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana diamksud di atas BPJS berwenang:
  1. Menagih pembayaran Iuran;
  2. Menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai;
  3. Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi kerja dalam memanuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional;
  4. Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah;
  5. Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan;
  6. Mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang tidak memenuhi kewajibannya;
  7. Melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang mengenai ketidakpatuhannya dalam membayar iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
  8. Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan program jaminan sosial.
Kewenangan menagih pembayaran Iuran dalam arti meminta pembayaran dalam hal terjadi penunggakan, kemacetan, atau kekurangan pembayaran, kewenangan melakukan pengawasan dan kewenangan mengenakan sanksi administratif yang diberikan kepada BPJS memperkuat kedudukan BPJS sebagai badan hukum publik. 


    - Pencapaian program BPJS bagaimana ?

Untuk mengetahui pencapaian dari program BPJS tersebut kita perlu tahu sejarah perkembangan dair waktu ke waktu
PENDAHULUAN
Jaminan pemeliharaan kesehatan di Indonesia sebenarnya sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Dan setelah kemerdekaan, pada tahun 1949, setelah pengakuan kedaulatan oleh Pemerintah Belanda, upaya untuk menjamin kebutuhan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, khususnya pegawai negeri sipil beserta keluarga, tetap dilanjutkan. Prof. G.A. Siwabessy, selaku Menteri Kesehatan yang menjabat pada saat itu, mengajukan sebuah gagasan untuk perlu segera menyelenggarakan program asuransi kesehatan (health insurance) semesta yang saat itu mulai diterapkan di banyak negara maju dan tengah berkembang pesat.


ERA BPDPK (1968 - 1988)
Dibentuknya Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK) diharapkan menjadi cikal bakal terwujudnya impian jaminan kesehatan rakyat semesta. Pada 1968, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang secara jelas mengatur pemeliharaan kesehatan bagi pegawai negara dan penerima pensiun beserta keluarganya. Maka berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 1 Tahun 1968, pemerintah membentuk BPDPK. Pada saat itu, pelayanan didasarkan kepada sistem fee for service reimbursement, yaitu BPDPK akan mengganti seluruh biaya kesehatan berdasarkan jumlah pelayanan yang dipakai peserta atau system reimbust

ERA PHB (1988 - 1992)
Untuk lebih meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 22 dan 23 Tahun 1984. BPDPK pun berubah status dari sebuah badan di lingkungan Departemen Kesehatan menjadi BUMN, yaitu Perusahaan Umum (Perum) Husada Bakti (PHB), yang melayani jaminan kesehatan bagi PNS, pensiunan PNS, veteran, perintis kemerdekaan, dan anggota keluarganya.
 Di bawah pimpinan Direktur Utama PHB Dr. Sri Suwarsi E. S., MPH, beberapa lompatan penting yang terjadi di era PHB antara lain adalah dihapusnya kebijakan klaim perorangan, perubahan sistem fee for service menjadi sistem managed care, diberlakukannya sistem kapitasi bagi pelayanan puskesmas dan sistem paket di rumah sakit, penggalakkan konsep dokter keluarga, konsep wilayah, dan konsep rujukan, serta disusunnya Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) yang sangat berguna untuk efektivitas dan efisiensi biaya pelayanan kesehatan khususnya dalam hal pengendalian harga obat.
 Seiring berjalannya waktu, PHB kian bertumbuh kembang ke arah yang lebih cerah. Untuk memperluas cakupan kepesertaan dalam rangka mewujudkan cita-cita universal coverage, PHB berubah status menjadi PT Askes (Persero) melalui Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1992.

ERA PT ASKES PERSERO (1992 - 2000)
Sebagai Direktur Utama PHB saat itu, Dr. Sonja Roesma SKM harus bergerak cepat menghadapi tantangan di masa transisi PHB menjadi PT Askes (Persero). Sebagai langkah awal, PT Askes (Persero) mulai menjangkau karyawan BUMN melalui program Askes Komersial. Tahun 1993, PT Askes (Persero) mulai bekerjasama dengan 148 rumah sakit non pemerintah.
 Sebuah kesuksesan tak mungkin tercapai tanpa dukungan dari berbagai belah pihak. Segala upaya pun dilakukan untuk mempererat jalinan profesional kerja dengan pihak internal maupun dengan pihak eksternal, sehingga tercipta hubungan kerja harmonis yang mampu mendongkrak semangat seluruh pihak untuk memberikan pelayanan terbaik bagi seluruh peserta PT Askes (Persero). Jumlah peserta sukarela atau Askes Komersial pun kian melonjak.
 Setiap tahun PT Askes (Persero) terus mengalami peningkatan pendapatan disertai mutu berstandar tinggi. Kualitas pelayanan pun senantiasa diutamakan melalui Sistem Manajemen Mutu ISO versi 1999:1994, yang selanjutnya dimutakhirkan dengan ISO 9002:2000.

ERA PT ASKES PERSERO (2000 – 2008 )
Tahun 2001, PT Askes (Persero) sukses meraih predikat “sehat sekali” dan predikat “Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)” berdasarkan hasil audit. Berkat perjuangan dan kerja keras tanpa henti, predikat WTP tersebut terus disandang PT Askes (Persero) hingga kini bertansformasi menjadi BPJS Kesehatan.
 Pada Januari 2005, PT Askes (Persero) dipercaya pemerintah untuk melaksanakan program jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin (PJKMM). Selanjutnya, program tersebut dikenal dengan nama Askeskin dengan sasaran peserta masyarakat miskin dan tidak mampu sebanyak 60 juta jiwa.

ERA PT ASKES PERSERO (2008 - 2013)
Seiring berjalannya waktu, PT Askes (Persero) terus gencar mengadvokasi pemerintah daerah kabupaten, kota, dan provinsi akan pentingnya suatu jaminan kesehatan bagi masyarakat. Untuk itu, diciptakanlah Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Umum (PJKMU), yang ditujukan bagi masyarakat yang belum tercover oleh Jamkesmas, Askes Sosial, maupun asuransi swasta. Hingga saat itu, ada lebih dari 200 kabupaten/kota atau 6,4 juta jiwa yang telah menjadi peserta PJKMU. PJKMU adalah Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) yang pengelolaannya diserahkan kepada PT Askes (Persero).
 Aceh merupakan salah satu provinsi yang pertama menjamin kesehatan masyarakatnya melalui Jaminan Kesehatan Aceh, bagi masyarakat yang tidak tercover Jamkesmas atau asuransi lainnya. Pemerintah Provinsi Aceh pun mempercayakan PT Askes (Persero) sebagai pengelola Jaminan Kesehatan Aceh (JKA). Selain Aceh, Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, Sumatera Barat, Jambi, dan Nusa Tenggara Timur pun turut bekerjasama dengan PT Askes (Persero) demi terciptanya jaminan kesehatan yang mampu mengcover seluruh penduduk di masing-masing provinsi tersebut. Pilihan Pemerintah Daerah Provinsi / Kabupaten / Kota kepada PT Askes (Persero) dalam pengelolaan jaminan kesehatan, tak lain karena PT Askes (Persero) dinilai profesional dan berpengalaman di bidang tersebut.
 Untuk merealisasikan mimpi Prof. G. A. Siwabessy akan universal health coverage, relasi dengan berbagai pihak perlu dibina baik. Mulai dari pihak internal, media, pemerintah pusat, pemerintah daerah, organisasi dan lembaga sosial, hingga jaringan luar negeri yang ingin mengenal lebih dekat program jaminan kesehatan di Indonesia.


ERA PT ASKES PERSERO PADA MASA TRANSISI (2013 - 2014)
Pada tahun 2004, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional sebagai cikal bakal terwujudnya universal health coverage. Kemudian pada tahun 2011, pemerintah menetapkan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan menunjuk PT Askes (Persero) untuk menjalankan jaminan sosial di bidang kesehatan. PT Askes (Persero) pun dengan tanggap segera melakukan berbagai persiapan di segala aspek.
 Salah satunya adalah meregenerasi sumber daya manusia yang berkompeten senantiasa dilakukan untuk terus mendorong inovasi dan pertumbuhan perusahaan. Pada awal Januari 2015, Kementerian BUMN melantik Direksi PT Askes (Persero) periode 2013 yang siap membawa PT Askes (Persero) merentangkan sayapnya lebih lebar, di bawah kepemimpinan Bapak Fachmi Idris selaku Direktur Utama PT Askes (Persero) yang baru.
 Tak hanya meneruskan kesuksesan yang telah dicapai, PT Askes (Persero) kian berupaya memperkokoh sinergi dengan berbagai kelembagaan demi menyukseskan implementasi program jaminan kesehatan yang mumpuni. Komunikasi yang baik dengan segenap elemen masyarakat, pers, hingga pemerintah, baik pusat maupun daerah, terbukti membawa nama PT Askes (Persero) kian cemerlang.
 Pemerintah telah mengeluarkan UU SJSN dan UU BPJS sebagai landasan terbentuknya perlindungan sosial untuk menjamin agar setiap rakyat dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak, menuju terwujudnya kesejahteraan sosial yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
 Sebagai perusahaan yang mengelola Program Jaminan Kesehatan  selama hampir 44 tahun lamanya, PT Askes (Persero) pada dasarnya siap dalam mengelola program jaminan kesehatan nasional yang diamanahkan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS). Kendati demikian, kualitas pelayanan kepada masyarakat selalu digenjot agar lebih baik dari hari ke hari.

ERA BPJS KESEHATAN (2014)
Cita-cita Prof. G. A. Siwabessy akan universal health coverage kian dekat dengan beroperasinya BPJS Kesehatan per 1 Januari 2014. Sebagai badan penyelenggara yang berada langsung di bawah naungan Presiden RI untuk melaksanakan program jaminan sosial di bidang kesehatan, sifat kepesertaan BPJS Kesehatan tidak terbatas bagi kelompok tertentu. Jika sebelumnya jaminan kesehatan hanya mencakup sejumlah elemen masyarakat, kini jaminan kesehatan dapat dimiliki oleh semua lapisan masyarakat di seluruh wilayah Indonesia secara adil dan merata.

 Dengan target universal health coverage tercapai pada 1 Januari 2019, BPJS Kesehatan pun kian erat menggandeng pemerintah agar program jaminan kesehatan dapat berjalan secara efektif, efisien, dan terkoordinir. Melalui berbagai kerjasama tersebut, informasi mengenai BPJS Kesehatan dan program yang diembannya pun disosialisasikan kepada fasilitas kesehatan, organisasi masyarakat, setiap pemberi kerja, serikat pekerja/serikat buruh dan organisasi pengusaha, wadah, atau kelompok pekerja mandiri (pekerja bukan penerima upah).

Terdapat lima hal yang menjadi indikator penting dalam proses evaluasi ini, yaitu:
a.    Target jumlah peserta yang ditetapkan tahun 2014 sebanyak 121,6 juta peserta. Hasilnya, sampai dengan akhir tahun 2014 jumlah BPJS Kesehatan mencapai 133,4 juta jiwa sehingga total pencapaian 109,72%.
b.    Terselesaikannya Draft Revisi PP Nomor 101 Th. 2012 tentang PBI tepat waktu. Draft Revisi PP No.101 tahun 2012 sudah diselesesaikan sesuai dengan batasan kewenangan BPJS Kesehatan dan tercapai 100%.
c.     Dalam hal pembayaran klaim kepada fasilitas kesehatan, BPJS Kesehatan telah 100% membayarkan klaim kepada fasilitas kesehatan yang bekerjasama.
d.    Terkait sosialisasi kepada masyarakat, berdasarkan hasil survey yang diperoleh hasil tingkat awareness masyarakat terhadap program Jaminan Kesehatan Nasional yang dikelola oleh BPJS Kesehatan sebesar 95% atau 146,15% dari target 65%. Survey ini dilakukan secara independen oleh Sucofindo yang hasilnya dirilis awal tahun 2015.
Penanganan keluhan pelanggan dicapai nilai 100%, dengan data dari 104.427 keluhan peserta sampai dengan Triwulan IV tahun 2014, seluruh keluhan telah 100% diselesaikan dengan rata-rata waktu penyelesaian keluhan selama 1,4 hari.
  
ERA BPJS KESEHATAN (2015)
Usai melewati pergolakan di masa transisi, perlahan tapi pasti masyarakat dan fasilitas kesehatan mulai memahami pentingnya partisipasi mereka dalam program jaminan sosial kesehatan. Mekanisme rujukan berjenjang mulai terbiasa dijalankan masyarakat, kendali mutu dan kendali biaya pun kian baik diterapkan oleh provider. Meski saat ini sudah berjalan cukup lancar, sebagai bentuk refleksi dan evaluasi kinerja tahun lalu, BPJS Kesehatan bertekad akan terus mendongkrak mutu pelayanan kesehatan dan kesejahteraan provider, sehingga dapat tercipta pelaksanaan program jaminan kesehatan yang adil bagi peserta maupun provider BPJS Kesehatan.

 Tahun ini BPJS Kesehatan  juga menetapkan tiga fokus utama, yaitu “Tri Sukses BPJS Kesehatan Tahun 2015”, yang mencakup: Sukses KIS, BPJS Kesehatan menargetkan tercetak dan terdistribusinya Kartu Indonesia Sehat 100 % sesuai dengan jumlah peserta yang telah didaftarkan oleh Pemerintah. Sukses Kendali Mutu Kendali Biaya, ditargetkan rasio klaim pada tahun 2015 adalah 98,5% dan Sukses Kolektibilitas Iuran dan Rekrutmen PPU ditargetkan iuran yang terkoleksi adalah 95,1 % dan penambahan rekrutment peserta dari sektor Pekerja Penerima Upah sebanyak 29,1 juta jiwa.
 Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang diterbitkan oleh BPJS Kesehatan terbagi menjadi 2 jenis kepesertaan. Pertama, kelompok masyarakat yang wajib mendaftar dan membayar iuran, baik membayar sendiri (mandiri), ataupun berkontribusi bersama pemberi kerjanya (segmen buruh atau pekerja); Kedua, kelompok masyarakat miskin dan tidak mampu yang didaftarkan oleh pemerintah dan iurannya dibayari oleh pemerintah (segmen Penerima Bantuan iuran atau PBI).
 Untuk KIS segmen PBI, peluncuran perdananya telah dilakukan Presiden Jokowi bersamaan dengan peluncuran perdana Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), pada tanggal 3 November 2014 silam. KIS yang terintegrasi bersama Program Keluarga Sejahtera dan Program Indonesia Pintar, saat ini telah terdistribusikan sebanyak lebih dari 4 juta kartu, atau tepatnya 4.426.010 kartu kepada peserta PBI, di 18 Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.
 Tahun 2015 ini, BPJS Kesehatan bersama Kementerian Sosial dan Kementerian Kesehatan, melanjutkan penerbitan dan pendistribusian hampir menggaet 133,4 juta jiwa sehingga pencapaian peserta terdongkrak menjadi 109,72%. Misalkan gaji pokok seorang karyawan adalah 3.000.000 dengan perhitungan 1% x3000.000 = 30.000 ( kewajiban pekerja ) , 4% x 3000.000 = 120.000 ( kewajiban pemberi kerja ) bila di gabungan maka kewajiban bayar kepada BPJS adalah 120.000 + 30.000 = 150.000, bila angka tsb dikalikan jumlah peserta seperti pencapaian akhir tahun lalu yaitu 133.4 juta x 150.000 = 20.010 milyar pertahun ... Fantastic, lalu buat siapa semua itu ?? kemana uang itu di larikan ?? kapan uang itu dipakai buat rakyat kembali ???
Memang dilema buat rakyar, ikut BPJS tetap dicuekin sama rumah sakit, tetapi kalau gak ikut BPJS dicuekin sama pemerintah....





Tidak ada komentar:

Posting Komentar