Pantaskah BPJS Dilanjutkan....!!!
Dilema
Rakyat Terhadap Program BPJS dan Orientasi Rumah Sakit saat ini.
Banyak
yang mengeluhkan pelayanan rumah sakit penerima BPJS terhadap
pasiennya , baik sikap ( attitude ) saat pengobatan ataupun pemberian
obat dari rumah sakit yang sangat minim ( berkesan pelit obat ).
sehingga menimbulkan rasa tidak puas dan kecewa dalam diri pasien
program BPJS.
Mengapa
situasi ini terjadi ? Kenapa pihak rumah sakit bersikap sedikit
arogan terhadap pasien ? Adakah kebijakan rumah sakit yang bertolak
belakang dengan program BPJS ? Atau orientasi rumah sakit yang sudah
berubah dari tugas mulia menyelamatkan pasien menjadi cari untung
untuk kelangsungan management rumah sakit .
Mari
kita lihat penafsiran berikut ini..
1. Kebijakan Rumah Sakit terkait
Keselamatan Pasien
- Definisi Keselamatan pasien menurut
UU yaitu :
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit,
Pasal 43 ayat (1) mewajibkan Rumah Sakit menerapkan standar
keselamatan pasien.- Sedangkan Standart Keselamatan Menurut UU yaitu :
Standar keselamatan pasien tersebut menurut Pasal 43 ayat (2) dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.
Yang dimaksud dengan insiden keselamatan pasien adalah kesalahan medis (medical error), kejadian yang tidak diharapkan (adverse event), dan nyaris terjadi (near miss)
- Sedangkan untuk meningkatkan Mutu Rumah Sakit
- Untuk meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit, Menteri Kesehatan
menurut Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit,
membentuk Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
Keanggotaan Komite ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan atas usulan Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan. Jumlahnya 11 orang yang terdiri dari unsur Kementerian Kesehatan, asosiasi perumahsakitan dan pakar perumahsakitan.
Tugas Komite adalah memberikan masukan dan pertimbangan kepada Menteri Kesehatan dalam rangka penyusunan kebijakan nasional dan peraturan keselamatan pasien Rumah Sakit.
Rumah Sakit dan tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit wajib melaksanakan program dengan mengacu pada kebijakan nasional Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
Jadi jelas bahwa keselamatan pasien
ada payung hukumnya, tetapi mengapa masih terjadi pihak rumah sakit
mengacuhkan pasien pserta BPJS, atau mungkin kebijakan rumah sakit
sekarang beralih bukan lagi mengutamakan keselamatan pasien tapi
mengutamakan keselamatan dan kelangsung hidup berdiri rumah sakit
tersebut ( tidak bangkut ).
Pengertian BPJS atau Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial adalah salah satu
lembaga sosial yang dibentuk untuk menyelenggarakan program-program
seperti jaminan sosial yang ada diIndonesia, berdasarkan
undang-undang nomor 40 tahun 2004 yang menyatakan tentang sistem
jaminan sosial nasional, disamping itu juga menurut undang – undang
nomor 24 tahun 2011 BPJS akan mengganti sejumlah lembaga-lembaga
jaminan sosial yang ada seperti lembaga asuransi kesehatan PT askes
Indonesi dirubah menjadi BPJS Kesehatan, lembaga jaminan sosial
tentang ketenaga kerjaan Jamsostek juga dirubah menjadi BPJS ketenaga
kerjaan. Perubahan ini akan dilakukan secara bertahap dan bergilir,
seperti yang kita ketahui pada awal tahun 2014 lalu PT askes berubah
menjasi BPJS kesehatan dan untuk tahun 2015 ini PT jamsostek berubah
menjadi BPJS ketenaga kerjaan, disamping itu juga kantor pusat BPJS
ini berada dijakarta namun anda tak perlu jauh-jauh kesana karena
kantor perwakilannya ada disetiap tingkat provinsi dan juga kabupaten
kota.
Jadi Pelayanan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tidak untuk seluruh masyarakat
Indonesia, namun hanya untuk mereka yang terdaftar sebagai peserta.
Ada yang menyimpulkan kalau BPJS bukan bantuan cuma- cuma negara
untuk rakyat , ada yang berpikiran BPJS itu adalah tabungan atau duit
kita yang dipotong oleh negara untuk kesehatan, dan masih banyak
komentar miring tentang BPJS
Nah bagaimana cara untuk mendaftar
anggota ?!
Untuk dapat tercatat sebagai anggota,
masyarakat harus mendaftar melalui kantor BPJS Kesehatan, dengan
membawa kartu identitas (KTP) serta pasfoto. Setelah mengisi formulir
pendaftaran dan membayar iuran lewat bank (BRI, BNI dan Mandiri),
calon anggota akan mendapat kartu BPJS Kesehatan yang bisa langsung
digunakan untuk mendapat pelayanan kesehatan.
- Tujuan program BPJS adalah ?
Tujuan BPJS dan Program Jaminan Sosial
Tujuan sebuah negara adalah menciptakan kesejahteraan kepada seluruh
rakyatynya. Dalam hal ini, maka Indonesia membentuk penyelenggaraan
jaminan social yaitu BPJS (Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial).
Yang dimana tujuan dari Institut ini memberikan jaminan terpunuhinya
kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota
keluarganya.
Sebelum BPJS tertentu, beberapa program jaminan social telah tebentuk, seperti Jaminan social Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) yang mencakup tentang jaminan pemeliharaan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan pemeliharaan kesehatan,jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, dan jaminan kematian bagi tenaga kerja. Selanjutnya Jaminan untuk pegawi Negeri yaitu TASPEN ( Tabungan dan Asuransi Pegawai Negri) dan ASKES ( Asuransi Keseshatan dan untuk Prajurut Tentara Nasional Indinesia ( TNI ), anggota Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) dan PNS Kementian Pertahanan /TNI / Polri beserta keluarganya telah dilaksanakan Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Indonesia (ASABRI).
Namun Sebagian besar masyarakat belum memperoleh perlindungan yang memadai dengan program-program diatas. Perlu adanya sasaran yang lebih luas lagi dan manfaat yang lebih besar pada setiap peserta.Oleh karena itu, di bentuklah BPJS yang diharapkan menjadi penyempurna dari program – program jaminan social tadi. Yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
Dengan adanya BPJS Kesehatan ini pelayanan medis bisa lebih jeli dan teliti mengidentifikasi masalah pasien dan melakukan tindakan/pemeriksaan sesuai dengan indikasinya, karena BPJS membiayai sesuai dengan diagnosa penyakit dan telah dihitung pemeriksaan yang dilakukan sesuai indikasi. Namun dampak dari BPJS ini adalah ke dokter juga, yaitu penetapan biaya atau platform yang sesuai belum ditentukan, sehingga terjadi kecemburuan dipihak pasien yang merasa dirugikan karena pelayanan rumah sakit seperti banyak masih pasien perserta BPJS Kesehatan yang ditolak rumah sakit untuk mendapatkan kamar perawatan, ICU, Picu, atau Nicu. dan pemberian obat yang tidak pantas diterima dengan pembayaran premi tiap bulan atau banyak juga pasien BPJS Kesehatan yang harus membeli obat dan darah sendiri dan pasien yang harus pulang sebelum sehat karena biaya paket INA CBGs nya sudah habis.
Sebelum BPJS tertentu, beberapa program jaminan social telah tebentuk, seperti Jaminan social Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) yang mencakup tentang jaminan pemeliharaan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan pemeliharaan kesehatan,jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, dan jaminan kematian bagi tenaga kerja. Selanjutnya Jaminan untuk pegawi Negeri yaitu TASPEN ( Tabungan dan Asuransi Pegawai Negri) dan ASKES ( Asuransi Keseshatan dan untuk Prajurut Tentara Nasional Indinesia ( TNI ), anggota Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) dan PNS Kementian Pertahanan /TNI / Polri beserta keluarganya telah dilaksanakan Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Indonesia (ASABRI).
Namun Sebagian besar masyarakat belum memperoleh perlindungan yang memadai dengan program-program diatas. Perlu adanya sasaran yang lebih luas lagi dan manfaat yang lebih besar pada setiap peserta.Oleh karena itu, di bentuklah BPJS yang diharapkan menjadi penyempurna dari program – program jaminan social tadi. Yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
Dengan adanya BPJS Kesehatan ini pelayanan medis bisa lebih jeli dan teliti mengidentifikasi masalah pasien dan melakukan tindakan/pemeriksaan sesuai dengan indikasinya, karena BPJS membiayai sesuai dengan diagnosa penyakit dan telah dihitung pemeriksaan yang dilakukan sesuai indikasi. Namun dampak dari BPJS ini adalah ke dokter juga, yaitu penetapan biaya atau platform yang sesuai belum ditentukan, sehingga terjadi kecemburuan dipihak pasien yang merasa dirugikan karena pelayanan rumah sakit seperti banyak masih pasien perserta BPJS Kesehatan yang ditolak rumah sakit untuk mendapatkan kamar perawatan, ICU, Picu, atau Nicu. dan pemberian obat yang tidak pantas diterima dengan pembayaran premi tiap bulan atau banyak juga pasien BPJS Kesehatan yang harus membeli obat dan darah sendiri dan pasien yang harus pulang sebelum sehat karena biaya paket INA CBGs nya sudah habis.
Fungsi BPJS
UU BPJS menetukan bahwa BPJS Kesehatan berfungsi
menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Jaminan Kesehatan menurut
UU SJSN diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi
sosial dan prinsip ekuitas, dengan tujuan menjamin agar peserta
memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.
BPJS Ketenagakerjaan menurut UU BPJS berfungsi
menyelenggarakan 4 program, yaitu program jaminan kecelakaan
kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian.
Menurut UU SJSN program jaminan kecelakaan kerja
diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial,
dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pelayanan
kesehatan dan santunan uang tunai apabila seorang pekerja mengalami
kecelakaan kerja atau menderita penyakit akibat kerja.
Selanjutnya program jaminan hari tua diselenggarakan
secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan
wajib, dengan tujuan untuk menjamin agar peserta menerima uang tunai
apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau
meninggal dunia.
Kemudian program jaminan pensiun diselenggarakan
secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan
wajib, untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat
peserta kehilangan atau berkurang penghasilannya karena memasuki usia
pensiun atau mengalami cacat total tetap.
Jaminan pensiun ini diselenggarakan berdasarkan
manfaat pasti.
Sedangkan program jaminan kematian diselenggarakan
secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dengan tujuan
untuk memberikan santuan kematian yang dibayarkan kepada ahli waris
peserta yang meninggal dunia.
TUGAS
Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana tersebut
diatas BPJS bertugas untuk:
- Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta;
- Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja;
- Menerima bantuan iuran dari Pemerintah;
- Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan peserta;
- Mmengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial;
- Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program jaminan sosial; dan
- Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial kepada peserta dan masyarakat.
Dengan kata lain tugas BPJS meliputi pendaftaran
kepesertaan dan pengelolaan data kepesertaan, pemungutan, pengumpulan
iuran termasuk menerima bantuan iuran dari Pemerintah, pengelolaan
Dana jaminan Sosial, pembayaran manfaat dan/atau membiayai pelayanan
kesehatan dan tugas penyampaian informasi dalam rangka sosialisasi
program jaminan sosial dan keterbukaan informasi.
Tugas pendaftaran kepesertaan dapat dilakukan secara
pasif dalam arti menerima pendaftaran atau secara aktif dalam arti
mendaftarkan peserta.
WEWENANG
Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana diamksud di
atas BPJS berwenang:
- Menagih pembayaran Iuran;
- Menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai;
- Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi kerja dalam memanuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional;
- Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah;
- Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan;
- Mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang tidak memenuhi kewajibannya;
- Melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang mengenai ketidakpatuhannya dalam membayar iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
- Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan program jaminan sosial.
Kewenangan menagih pembayaran Iuran dalam arti
meminta pembayaran dalam hal terjadi penunggakan, kemacetan, atau
kekurangan pembayaran, kewenangan melakukan pengawasan dan kewenangan
mengenakan sanksi administratif yang diberikan kepada BPJS memperkuat
kedudukan BPJS sebagai badan hukum publik.
-
Pencapaian program BPJS bagaimana ?
Untuk mengetahui
pencapaian dari program BPJS tersebut kita perlu tahu sejarah
perkembangan dair waktu ke waktu
PENDAHULUAN
Jaminan
pemeliharaan kesehatan di Indonesia sebenarnya sudah ada sejak zaman
kolonial Belanda. Dan setelah kemerdekaan, pada tahun 1949, setelah
pengakuan kedaulatan oleh Pemerintah Belanda, upaya untuk menjamin
kebutuhan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, khususnya pegawai
negeri sipil beserta keluarga, tetap dilanjutkan. Prof. G.A.
Siwabessy, selaku Menteri Kesehatan yang menjabat pada saat itu,
mengajukan sebuah gagasan untuk perlu segera menyelenggarakan program
asuransi kesehatan (health insurance) semesta yang saat itu
mulai diterapkan di banyak negara maju dan tengah berkembang pesat.
ERA
BPDPK (1968 - 1988)
Dibentuknya
Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK)
diharapkan menjadi cikal bakal terwujudnya impian
jaminan kesehatan rakyat semesta. Pada 1968,
pemerintah mengeluarkan kebijakan yang secara jelas mengatur
pemeliharaan kesehatan bagi pegawai negara dan penerima pensiun
beserta keluarganya. Maka berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.
1 Tahun 1968, pemerintah membentuk BPDPK.
Pada saat itu, pelayanan didasarkan kepada sistem fee
for service reimbursement, yaitu BPDPK
akan mengganti seluruh biaya kesehatan berdasarkan jumlah pelayanan
yang dipakai peserta atau system reimbust
ERA PHB (1988 -
1992)
Untuk lebih meningkatkan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat, pemerintah mengeluarkan
Peraturan Pemerintah No. 22 dan 23 Tahun 1984. BPDPK pun berubah
status dari sebuah badan di lingkungan Departemen Kesehatan menjadi
BUMN, yaitu Perusahaan Umum (Perum) Husada
Bakti (PHB), yang melayani jaminan kesehatan bagi PNS,
pensiunan PNS, veteran, perintis kemerdekaan, dan anggota
keluarganya.
Di
bawah pimpinan Direktur Utama PHB Dr. Sri Suwarsi E. S., MPH,
beberapa lompatan penting yang terjadi di era PHB antara lain adalah
dihapusnya kebijakan klaim perorangan, perubahan sistem fee for
service menjadi sistem managed care, diberlakukannya
sistem kapitasi bagi pelayanan puskesmas dan sistem paket di rumah
sakit, penggalakkan konsep dokter keluarga, konsep wilayah, dan
konsep rujukan, serta disusunnya Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) yang
sangat berguna untuk efektivitas dan efisiensi biaya pelayanan
kesehatan khususnya dalam hal pengendalian harga obat.
Seiring
berjalannya waktu, PHB kian bertumbuh kembang ke arah yang lebih
cerah. Untuk memperluas cakupan kepesertaan dalam rangka mewujudkan
cita-cita universal coverage, PHB berubah status menjadi PT
Askes (Persero) melalui Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1992.
ERA PT ASKES PERSERO
(1992 - 2000)
Sebagai Direktur Utama PHB
saat itu, Dr. Sonja Roesma SKM harus bergerak cepat menghadapi
tantangan di masa transisi PHB menjadi PT Askes (Persero). Sebagai
langkah awal, PT Askes (Persero) mulai menjangkau karyawan BUMN
melalui program Askes Komersial. Tahun 1993, PT Askes (Persero) mulai
bekerjasama dengan 148 rumah sakit non pemerintah.
Sebuah
kesuksesan tak mungkin tercapai tanpa dukungan dari berbagai belah
pihak. Segala upaya pun dilakukan untuk mempererat jalinan
profesional kerja dengan pihak internal maupun dengan pihak
eksternal, sehingga tercipta hubungan kerja harmonis yang mampu
mendongkrak semangat seluruh pihak untuk memberikan pelayanan terbaik
bagi seluruh peserta PT Askes (Persero). Jumlah peserta sukarela atau
Askes Komersial pun kian melonjak.
Setiap
tahun PT Askes (Persero) terus mengalami peningkatan pendapatan
disertai mutu berstandar tinggi. Kualitas pelayanan pun senantiasa
diutamakan melalui Sistem Manajemen Mutu ISO versi 1999:1994, yang
selanjutnya dimutakhirkan dengan ISO 9002:2000.
ERA PT ASKES PERSERO
(2000 – 2008 )
Tahun 2001, PT Askes
(Persero) sukses meraih predikat “sehat sekali” dan
predikat “Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)” berdasarkan
hasil audit. Berkat perjuangan dan kerja keras tanpa henti, predikat
WTP tersebut terus disandang PT Askes (Persero) hingga kini
bertansformasi menjadi BPJS Kesehatan.
Pada
Januari 2005, PT Askes (Persero) dipercaya pemerintah untuk
melaksanakan program jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin
(PJKMM). Selanjutnya, program tersebut dikenal dengan nama Askeskin
dengan sasaran peserta masyarakat miskin dan tidak mampu sebanyak 60
juta jiwa.
ERA PT ASKES PERSERO
(2008 - 2013)
Seiring berjalannya waktu,
PT Askes (Persero) terus gencar mengadvokasi pemerintah daerah
kabupaten, kota, dan provinsi akan pentingnya suatu jaminan kesehatan
bagi masyarakat. Untuk itu, diciptakanlah Program Jaminan Kesehatan
Masyarakat Umum (PJKMU), yang ditujukan bagi masyarakat yang belum
tercover oleh Jamkesmas, Askes Sosial, maupun asuransi swasta. Hingga
saat itu, ada lebih dari 200 kabupaten/kota atau 6,4 juta jiwa yang
telah menjadi peserta PJKMU. PJKMU adalah Jaminan Kesehatan Daerah
(Jamkesda) yang pengelolaannya diserahkan kepada PT Askes (Persero).
Aceh
merupakan salah satu provinsi yang pertama menjamin kesehatan
masyarakatnya melalui Jaminan Kesehatan Aceh, bagi masyarakat yang
tidak tercover Jamkesmas atau asuransi lainnya. Pemerintah Provinsi
Aceh pun mempercayakan PT Askes (Persero) sebagai pengelola Jaminan
Kesehatan Aceh (JKA). Selain Aceh, Pemerintah Provinsi Sulawesi
Utara, Sumatera Barat, Jambi, dan Nusa Tenggara Timur pun turut
bekerjasama dengan PT Askes (Persero) demi terciptanya jaminan
kesehatan yang mampu mengcover seluruh penduduk di masing-masing
provinsi tersebut. Pilihan Pemerintah Daerah Provinsi / Kabupaten /
Kota kepada PT Askes (Persero) dalam pengelolaan jaminan kesehatan,
tak lain karena PT Askes (Persero) dinilai profesional dan
berpengalaman di bidang tersebut.
Untuk
merealisasikan mimpi Prof. G. A. Siwabessy akan universal health
coverage, relasi dengan berbagai pihak perlu dibina baik. Mulai
dari pihak internal, media, pemerintah pusat, pemerintah daerah,
organisasi dan lembaga sosial, hingga jaringan luar negeri yang ingin
mengenal lebih dekat program jaminan kesehatan di Indonesia.
ERA PT ASKES PERSERO
PADA MASA TRANSISI (2013 - 2014)
Pada tahun 2004,
pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional
sebagai cikal bakal terwujudnya universal health coverage.
Kemudian pada tahun 2011, pemerintah menetapkan Undang-Undang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial dan menunjuk PT Askes (Persero) untuk
menjalankan jaminan sosial di bidang kesehatan. PT Askes (Persero)
pun dengan tanggap segera melakukan berbagai persiapan di segala
aspek.
Salah
satunya adalah meregenerasi sumber daya manusia yang berkompeten
senantiasa dilakukan untuk terus mendorong inovasi dan pertumbuhan
perusahaan. Pada awal Januari 2015, Kementerian BUMN melantik Direksi
PT Askes (Persero) periode 2013 yang siap membawa PT Askes (Persero)
merentangkan sayapnya lebih lebar, di bawah kepemimpinan Bapak Fachmi
Idris selaku Direktur Utama PT Askes (Persero) yang baru.
Tak
hanya meneruskan kesuksesan yang telah dicapai, PT Askes (Persero)
kian berupaya memperkokoh sinergi dengan berbagai kelembagaan demi
menyukseskan implementasi program jaminan kesehatan yang mumpuni.
Komunikasi yang baik dengan segenap elemen masyarakat, pers, hingga
pemerintah, baik pusat maupun daerah, terbukti membawa nama PT Askes
(Persero) kian cemerlang.
Pemerintah
telah mengeluarkan UU SJSN dan UU BPJS sebagai landasan terbentuknya
perlindungan sosial untuk menjamin agar setiap
rakyat dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak, menuju
terwujudnya kesejahteraan sosial yang berkeadilan bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Sebagai
perusahaan yang mengelola Program Jaminan
Kesehatan selama hampir 44 tahun lamanya, PT Askes (Persero)
pada dasarnya siap dalam mengelola program jaminan kesehatan nasional
yang diamanahkan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(UU BPJS). Kendati demikian, kualitas pelayanan kepada masyarakat
selalu digenjot agar lebih baik dari hari ke hari.
ERA BPJS KESEHATAN
(2014)
Cita-cita Prof. G. A.
Siwabessy akan universal health coverage kian dekat dengan
beroperasinya BPJS Kesehatan per 1 Januari 2014. Sebagai badan
penyelenggara yang berada langsung di bawah naungan Presiden RI untuk
melaksanakan program jaminan sosial di bidang kesehatan, sifat
kepesertaan BPJS Kesehatan tidak terbatas bagi kelompok tertentu.
Jika sebelumnya jaminan kesehatan hanya mencakup sejumlah elemen
masyarakat, kini jaminan kesehatan dapat dimiliki oleh semua lapisan
masyarakat di seluruh wilayah Indonesia secara adil dan merata.
Dengan
target universal health coverage tercapai pada 1 Januari 2019,
BPJS Kesehatan pun kian erat menggandeng pemerintah agar program
jaminan kesehatan dapat berjalan secara efektif, efisien, dan
terkoordinir. Melalui berbagai kerjasama tersebut, informasi mengenai
BPJS Kesehatan dan program yang diembannya pun disosialisasikan
kepada fasilitas kesehatan, organisasi masyarakat, setiap pemberi
kerja, serikat pekerja/serikat buruh dan organisasi pengusaha, wadah,
atau kelompok pekerja mandiri (pekerja bukan penerima upah).
Terdapat
lima hal yang menjadi indikator penting dalam proses evaluasi ini,
yaitu:
a. Target jumlah
peserta yang ditetapkan tahun 2014 sebanyak 121,6
juta peserta. Hasilnya, sampai dengan akhir tahun 2014 jumlah
BPJS Kesehatan mencapai 133,4 juta jiwa sehingga
total pencapaian 109,72%.
b. Terselesaikannya
Draft Revisi PP Nomor 101 Th. 2012 tentang PBI tepat waktu. Draft
Revisi PP No.101 tahun 2012 sudah diselesesaikan sesuai dengan
batasan kewenangan BPJS Kesehatan dan tercapai 100%.
c. Dalam
hal pembayaran klaim kepada fasilitas kesehatan,
BPJS Kesehatan telah 100% membayarkan klaim kepada fasilitas
kesehatan yang bekerjasama.
d. Terkait
sosialisasi kepada masyarakat, berdasarkan hasil
survey yang diperoleh hasil tingkat awareness
masyarakat terhadap program Jaminan Kesehatan Nasional yang dikelola
oleh BPJS Kesehatan sebesar 95% atau 146,15% dari target 65%. Survey
ini dilakukan secara independen oleh Sucofindo yang hasilnya
dirilis awal tahun 2015.
Penanganan
keluhan pelanggan dicapai nilai 100%, dengan data dari 104.427
keluhan peserta sampai dengan Triwulan IV tahun 2014, seluruh keluhan
telah 100% diselesaikan dengan rata-rata waktu penyelesaian keluhan
selama 1,4 hari.
ERA BPJS KESEHATAN
(2015)
Usai melewati pergolakan
di masa transisi, perlahan tapi pasti masyarakat dan fasilitas
kesehatan mulai memahami pentingnya partisipasi mereka dalam program
jaminan sosial kesehatan. Mekanisme rujukan berjenjang mulai terbiasa
dijalankan masyarakat, kendali mutu dan kendali biaya pun kian baik
diterapkan oleh provider. Meski saat ini sudah berjalan cukup lancar,
sebagai bentuk refleksi dan evaluasi kinerja tahun lalu,
BPJS Kesehatan bertekad akan terus mendongkrak mutu pelayanan
kesehatan dan kesejahteraan provider, sehingga dapat tercipta
pelaksanaan program jaminan kesehatan yang adil bagi peserta maupun
provider BPJS Kesehatan.
Tahun
ini BPJS
Kesehatan juga menetapkan tiga fokus utama,
yaitu “Tri Sukses BPJS Kesehatan Tahun 2015”, yang mencakup:
Sukses
KIS, BPJS Kesehatan menargetkan
tercetak dan terdistribusinya Kartu Indonesia Sehat 100 % sesuai
dengan jumlah peserta yang telah didaftarkan oleh Pemerintah. Sukses
Kendali Mutu Kendali Biaya, ditargetkan
rasio klaim pada tahun 2015 adalah 98,5% dan Sukses
Kolektibilitas Iuran dan Rekrutmen PPU ditargetkan
iuran yang terkoleksi adalah 95,1 % dan penambahan rekrutment peserta
dari sektor Pekerja Penerima Upah sebanyak 29,1 juta jiwa.
Kartu
Indonesia Sehat (KIS) yang diterbitkan oleh BPJS Kesehatan terbagi
menjadi 2 jenis kepesertaan. Pertama,
kelompok masyarakat yang wajib mendaftar dan membayar iuran, baik
membayar sendiri (mandiri), ataupun berkontribusi bersama pemberi
kerjanya (segmen buruh atau pekerja); Kedua,
kelompok masyarakat miskin dan tidak mampu yang didaftarkan oleh
pemerintah dan iurannya dibayari oleh pemerintah (segmen Penerima
Bantuan iuran atau PBI).
Untuk
KIS segmen PBI, peluncuran perdananya telah dilakukan Presiden
Jokowi bersamaan dengan peluncuran perdana Kartu
Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), pada
tanggal 3 November 2014 silam. KIS yang
terintegrasi bersama Program Keluarga Sejahtera dan Program Indonesia
Pintar, saat ini telah terdistribusikan sebanyak lebih dari 4 juta
kartu, atau tepatnya 4.426.010 kartu kepada peserta PBI, di 18
Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.
Tahun
2015 ini, BPJS Kesehatan
bersama Kementerian Sosial dan Kementerian Kesehatan, melanjutkan
penerbitan dan pendistribusian hampir
menggaet 133,4 juta jiwa sehingga pencapaian peserta terdongkrak
menjadi 109,72%. Misalkan gaji pokok seorang karyawan adalah
3.000.000 dengan perhitungan 1% x3000.000 = 30.000 ( kewajiban
pekerja ) , 4% x 3000.000 = 120.000 ( kewajiban pemberi kerja ) bila
di gabungan maka kewajiban bayar kepada BPJS adalah 120.000 + 30.000
= 150.000, bila angka tsb dikalikan jumlah peserta seperti pencapaian
akhir tahun lalu yaitu 133.4 juta x 150.000 = 20.010 milyar pertahun
... Fantastic, lalu buat siapa semua itu ?? kemana uang itu di
larikan ?? kapan uang itu dipakai buat rakyat kembali ???
Memang dilema buat rakyar, ikut BPJS tetap dicuekin sama rumah sakit,
tetapi kalau gak ikut BPJS dicuekin sama pemerintah....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar